https://kalpata.co.id/wp-content/uploads/2017/11/1-6.jpg

AI dan Diri: Eksistensialisme Satre di Era Digital

Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis terkemuka, menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Maksudnya, manusia pertama-tama ada, kemudian menentukan dirinya sendiri melalui tindakan dan pilihan yang dibuat. Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh teknologi dan kecerdasan buatan (AI), pandangan eksistensialis Sartre menjadi relevan kembali. Era digital membawa pertanyaan baru tentang identitas, kebebasan, dan makna kehidupan. Bagaimana konsep eksistensialisme Sartre dapat diterapkan dalam konteks AI dan kehidupan digital?

A. Kebebasan dan Pilihan di Era Digital

Sartre menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dan harus bertanggung jawab atas pilihannya. Dalam dunia digital, kita dihadapkan pada berbagai pilihan yang tampaknya tak terbatas, mulai dari konten yang kita konsumsi hingga cara kita berinteraksi dengan orang lain. AI mempermudah banyak aspek kehidupan, tetapi juga membawa tantangan baru terkait kebebasan kita.

Misalnya, algoritma AI yang digunakan oleh media sosial seringkali menyarankan konten berdasarkan preferensi kita sebelumnya. Hal ini bisa membuat kita terjebak dalam “echo chamber” yang mempersempit pandangan dan pilihan kita. Dalam konteks ini, kebebasan Sartre dapat ditafsirkan sebagai kesadaran untuk keluar dari kenyamanan yang diberikan oleh algoritma dan aktif mencari perspektif yang berbeda.

B. Identitas dan Autentisitas

Sartre percaya bahwa untuk hidup secara autentik, kita harus menghadapi kenyataan dan membuat pilihan yang mencerminkan diri kita yang sebenarnya. Di era digital, identitas kita sering kali terfragmentasi antara dunia nyata dan dunia maya. Media sosial memungkinkan kita untuk menciptakan versi ideal dari diri kita sendiri, tetapi ini sering kali tidak mencerminkan kenyataan.

Pertanyaannya adalah, apakah identitas digital kita autentik atau hanya konstruksi dari apa yang kita pikir orang lain ingin lihat? Eksistensialisme Sartre mengajarkan kita untuk menantang konstruksi ini dan mencari cara untuk menjadi diri kita yang sejati, baik online maupun offline. Ini bisa berarti membatasi waktu yang kita habiskan di media sosial atau lebih selektif dalam konten yang kita bagikan.

C. AI dan Keberadaan Lain

Sartre juga mengembangkan konsep “L’Autrui” atau “orang lain” sebagai entitas penting dalam pembentukan identitas diri. Dalam interaksi digital, AI sering kali berperan sebagai “orang lain” yang baru. Asisten virtual, chatbot, dan AI lainnya semakin sering menggantikan interaksi manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana keberadaan “orang lain” ini mempengaruhi eksistensi kita.

Interaksi dengan AI bisa mengurangi kebutuhan kita akan interaksi manusia, yang dapat menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi. Namun, ini juga bisa membuka peluang baru untuk refleksi diri. Sartre akan mengajak kita untuk melihat interaksi dengan AI sebagai cermin, di mana kita bisa belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri dan pilihan kita.

D. Makna dan Tujuan Hidup

Dalam eksistensialisme, manusia harus menciptakan makna dan tujuan hidupnya sendiri. Di era digital, di mana informasi dan distraksi tersedia dalam jumlah yang luar biasa, menemukan makna bisa menjadi lebih sulit. AI dapat membantu dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi tidak bisa memberikan tujuan hidup yang mendalam.

Mencari makna dalam dunia yang didominasi teknologi memerlukan usaha yang sadar untuk terhubung dengan nilai-nilai dan tujuan pribadi. Sartre akan menekankan pentingnya refleksi diri dan tindakan yang konsisten dengan tujuan tersebut. Mungkin ini berarti menggunakan teknologi untuk mendukung tujuan kita, bukan sebaliknya.

E. Tantangan Etis dan Moral

Era digital dan AI juga membawa tantangan etis yang signifikan. Sartre menekankan bahwa dengan kebebasan datang tanggung jawab moral. Penggunaan AI dalam pengawasan, pengambilan keputusan, dan analisis data harus dilakukan dengan pertimbangan etis yang mendalam.

Sebagai individu yang bebas dan bertanggung jawab, kita harus mempertanyakan dampak dari teknologi ini pada masyarakat dan lingkungan kita. Apakah penggunaan AI memperkuat ketidakadilan sosial? Apakah privasi kita terancam? Mengambil pendekatan eksistensialis berarti tidak hanya menerima teknologi sebagai takdir, tetapi secara aktif terlibat dalam membentuk arah perkembangannya.

F. Penutup

Eksistensialisme Sartre menawarkan kerangka yang kaya untuk memahami tantangan dan peluang yang dibawa oleh era digital dan AI. Kebebasan, identitas, makna, dan tanggung jawab adalah konsep-konsep yang terus relevan dan memerlukan perhatian kita dalam konteks modern. Dengan mengadopsi pendekatan eksistensialis, kita dapat lebih bijak dalam menggunakan teknologi untuk mendukung kehidupan yang autentik dan bermakna. Dalam menghadapi revolusi digital ini, Sartre akan mengajak kita untuk selalu bertanya: Apakah kita hidup sesuai dengan pilihan kita yang sebenarnya, atau hanya mengikuti arus yang dibentuk oleh teknologi?

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : https://www.kompasiana.com/kangdimas7414/66ad9259ed641578e9444f92/ai-dan-diri-eksistensialisme-sartre-di-era-digital?page=all#section1

 

 

Leave a Reply